Sudah beberapa tahun ini saya menjadi pengurus, maksudku pengurus
pondok-pesantren tempat saya ngilari ilmu. Namun, satu tahun berjalan
ini ada yang berbeda. Ada hal-hal menyenangkan, namun sungguh itu adalah
sebuah cobaan yang teramat besar. Cobaan agar niat ini selalu lurus.
Di antaranya, ada wali santri yang hampir tiap bulan pasti nyangoni saya saat tilek anaknya di pondok, "kang niki sangking bapak," anak itu menyampaikan pesan dari orang tua yang berupa amplop. "Kang. Kang. Saestu mboten sah," tolak saya halus yang padahal mbatin, 'lumayan'. Itu manusiawi dan naluriah bukan. Bagaimanapun saat ini saya masih kedonyan. Soalan hati teguh dan bersih dalam dunia Tasawuf itu butuh latihan berdarah-darah yang tidak mudah dan panjang. Kalau saya mengatakan batin saya saat itu menolak dan babarblas tidak mau, nah malah kamu perlu curiga. Dan, sangu saya di pondok juga sangat kecukupan. "Mboten. Mboten. Saestu. Niki amanah sangking bapak," balasnya. Nah, di sini aku kalah. Aku terima.
Ada lagi wali santri pas tilek anaknya memberikan jajan itu khusus ke saya. "Kang. Niki sangking ibuk," seraya menyodorkan jajan yang dibuntel kresek hitam itu. "Kagem pengurus nopo," saya tanya balik. "Mboten. Kagem njenengan. Kagem kang Syamsul ngoten sanjange."
Sebenarnya ada hal-hal lin lagi, tapi samar-samar. Tak ingat-ingat juga masih samar-samar.
Hm, jangan salah faham lho, ya. Yang di atas itu memang ada yang memiliki anak perempuan yang usianya di bawah saya. Tapi perlu diketahui, dia sudah nikah. Jadi, nampaknya tidak ada kaitannya dengan hal ini.
Wallau a'lam
Kendal, 10/04/2020
Sebelumnya saya pos di fb
Di antaranya, ada wali santri yang hampir tiap bulan pasti nyangoni saya saat tilek anaknya di pondok, "kang niki sangking bapak," anak itu menyampaikan pesan dari orang tua yang berupa amplop. "Kang. Kang. Saestu mboten sah," tolak saya halus yang padahal mbatin, 'lumayan'. Itu manusiawi dan naluriah bukan. Bagaimanapun saat ini saya masih kedonyan. Soalan hati teguh dan bersih dalam dunia Tasawuf itu butuh latihan berdarah-darah yang tidak mudah dan panjang. Kalau saya mengatakan batin saya saat itu menolak dan babarblas tidak mau, nah malah kamu perlu curiga. Dan, sangu saya di pondok juga sangat kecukupan. "Mboten. Mboten. Saestu. Niki amanah sangking bapak," balasnya. Nah, di sini aku kalah. Aku terima.
Ada lagi wali santri pas tilek anaknya memberikan jajan itu khusus ke saya. "Kang. Niki sangking ibuk," seraya menyodorkan jajan yang dibuntel kresek hitam itu. "Kagem pengurus nopo," saya tanya balik. "Mboten. Kagem njenengan. Kagem kang Syamsul ngoten sanjange."
Sebenarnya ada hal-hal lin lagi, tapi samar-samar. Tak ingat-ingat juga masih samar-samar.
Hm, jangan salah faham lho, ya. Yang di atas itu memang ada yang memiliki anak perempuan yang usianya di bawah saya. Tapi perlu diketahui, dia sudah nikah. Jadi, nampaknya tidak ada kaitannya dengan hal ini.
Wallau a'lam
Kendal, 10/04/2020
Sebelumnya saya pos di fb
Komentar
Posting Komentar