"Samar-samar aku ngimpi, pendemi covid-19 iki rampung ning wulan mei.
Entah awal, pertengahan, opo akhir wulan. Ngarahku, mung dugaan,
puncakke ning akhir april-awal mei."
Bisa saja ini adalah salah satu bentuk seleksi alam. Sebagai bentuk murkanya semesta kepada kita sebagai manusia. Kita yang diberi keistimewaan berupa akal yang terkadang untuk meindas sesama manusia yang lebih lemah, hewan-hewan, tumbuhan-tumbuhan, dan makhluk lainnya. Coba lihat kerusakan yang dibikin manusia di muka bumi; penggundulan hutan, perburuan hewan liar, penambangan yang merusak, pencemaran lingkungan meliputi tanah, sungai-laut, udara. Dan entah apalagi.
Setelah ini selesai kita hanya memiliki dua keadaan; selamat dan tidak selamat.
Jika kemungkinan terburuknya adalah mati, maka coba ambil posisi tubuh yang sekiranya nyaman, sejenak merenung. Sudah siapkah saya jika apa-apa yang dititipkan sementara ini diminta oleh Pemiliknya.
Aku pernah berada pada keadaan di mana sangat ketakutan, sangat takut akan kematian. Dalam keadaan demikian aku melihat seekor semut kecil saja ukurannya. Dan aku benar-benar merenungkan itu semut; "memang sungguh besar kuasa Tuhan. Semut yang begitu kecilnya namun dapat bergerak dengan leluasa. Bagaimana organ-organ dan anggota tubuhnya yang sangat kecil itu dapat bekerja dan menggerakannya. Hidup dengan keteraturan yang mengagumkan. Berkoloni, bekerja sama, dan berkordinasi dengan semut-semut lainnya untuk ketahanan hidup kelompoknya." Mungkin itulah kenapa surat di dalam al-Qur'an salah satu di antaranya dinamai dengan surat al-Naml, semut. Karena hewan terkecil yang dapat kita indra dan melihat secara langsung kebesaran ciptaan-Nya. Walaupun sebenarnya menurut beberapa teks penemaan al-Naml lebih merujuk pada kisah nabi Sulaiman AS yang berjalan beserta pasukannya melewati kerajaan semut.
Itu baru semut. Apalagi manusia sebagai ciptaan dengan sebaik-baik bentuk. Dengan dianugerahi akal dan aspek ruhaniah-spiritual. Yang dengannya manusia bisa berfikir dan merasa. Tapi, manusia juga lemah. Ia tidak kebal. Saat satu butir peluru menembus kepala atau jantungnya maka ia akan mati.
Keadaan lain jika kelak ternyata kita selamat dan masih diberi kesempatan, maka pertama-tama yang harus kita lakukan adalah bersyukur. Bersyukur karena Tuhan masih memberi kita kesempatan untuk memperbaiki diri. Dan menggunakan kesempatan itu untuk semakin mendekat dengannya, berbuat baik dan tidak menyakiti terhadap sesama ciptaan-Nya, baik sesama manusia, hewan, tumbuhan, dan ciptaan-ciptaan lainnya. Bagaimanapun kita hidup berdampingan dengan mereka.
Wallu a'lam
Kendal, 12/94/2020
Sebelumnya saya pos di fb
Bisa saja ini adalah salah satu bentuk seleksi alam. Sebagai bentuk murkanya semesta kepada kita sebagai manusia. Kita yang diberi keistimewaan berupa akal yang terkadang untuk meindas sesama manusia yang lebih lemah, hewan-hewan, tumbuhan-tumbuhan, dan makhluk lainnya. Coba lihat kerusakan yang dibikin manusia di muka bumi; penggundulan hutan, perburuan hewan liar, penambangan yang merusak, pencemaran lingkungan meliputi tanah, sungai-laut, udara. Dan entah apalagi.
Setelah ini selesai kita hanya memiliki dua keadaan; selamat dan tidak selamat.
Jika kemungkinan terburuknya adalah mati, maka coba ambil posisi tubuh yang sekiranya nyaman, sejenak merenung. Sudah siapkah saya jika apa-apa yang dititipkan sementara ini diminta oleh Pemiliknya.
Aku pernah berada pada keadaan di mana sangat ketakutan, sangat takut akan kematian. Dalam keadaan demikian aku melihat seekor semut kecil saja ukurannya. Dan aku benar-benar merenungkan itu semut; "memang sungguh besar kuasa Tuhan. Semut yang begitu kecilnya namun dapat bergerak dengan leluasa. Bagaimana organ-organ dan anggota tubuhnya yang sangat kecil itu dapat bekerja dan menggerakannya. Hidup dengan keteraturan yang mengagumkan. Berkoloni, bekerja sama, dan berkordinasi dengan semut-semut lainnya untuk ketahanan hidup kelompoknya." Mungkin itulah kenapa surat di dalam al-Qur'an salah satu di antaranya dinamai dengan surat al-Naml, semut. Karena hewan terkecil yang dapat kita indra dan melihat secara langsung kebesaran ciptaan-Nya. Walaupun sebenarnya menurut beberapa teks penemaan al-Naml lebih merujuk pada kisah nabi Sulaiman AS yang berjalan beserta pasukannya melewati kerajaan semut.
Itu baru semut. Apalagi manusia sebagai ciptaan dengan sebaik-baik bentuk. Dengan dianugerahi akal dan aspek ruhaniah-spiritual. Yang dengannya manusia bisa berfikir dan merasa. Tapi, manusia juga lemah. Ia tidak kebal. Saat satu butir peluru menembus kepala atau jantungnya maka ia akan mati.
Keadaan lain jika kelak ternyata kita selamat dan masih diberi kesempatan, maka pertama-tama yang harus kita lakukan adalah bersyukur. Bersyukur karena Tuhan masih memberi kita kesempatan untuk memperbaiki diri. Dan menggunakan kesempatan itu untuk semakin mendekat dengannya, berbuat baik dan tidak menyakiti terhadap sesama ciptaan-Nya, baik sesama manusia, hewan, tumbuhan, dan ciptaan-ciptaan lainnya. Bagaimanapun kita hidup berdampingan dengan mereka.
Wallu a'lam
Kendal, 12/94/2020
Sebelumnya saya pos di fb
Komentar
Posting Komentar