Namanya
cengkaruk. Entah kenapa disebut cengkaruk, mungkin karena cara makannya
digaruk pakai tangan. Makanan serupa yang cara makannya digaruk
entahlah. Nampaknya hanya ini.
Terbuat dari nasi aking. Nasi akingnya harus yang tidak basi saat dijemur dan benar-benar kering. Hal ini berpengaruh nanti saat digoreng. Sebelum digorek ditepeni terlebih dahulu, memilah dan membersihkan dari reget-reget dan res-resan. Tadi saya terhitung kurang beruntung, karena nasi aking yang ada di kandi dan belum dijual kurang baik. Sebab dijemur pada musim-musim macam ini yang tidak menentu, kadang panas, kadang hujan. Jadilah saya ambil intip, yang nampak bersih dan keringnya mendekati sempurna. Lalu saya remuk pakai cowek dan mutu dari batu itu.
Untuk menggorengnya harus menggunakan wajan dari tanah. Jika menggunakan wajan yang besi itu nanti gosong. Dan, misal digoreng menggunakan minyak goreng namanya bukan cengkaruk lagi, tapi krecek remuan. Susuknya harus menggunakan impon. Pengertian impon silahkan buka postingan saya beberapa hari yang lalu.
Dulu, saat kak Soumi dan kak Nancy belum seterkenal sekarang, mbah-mbah kita biasa menjadikan cengkaruk sebagai salah satu cemilan. Cara menyajikannya dengan diurap parutan kelapa dan garam, lalu dimasukkan pada wedang kopi. Tinggal disendok puluk demi puluk. Seingatku, saya menangi sedikit saja saat kelas-kelas awal sekolah dasar. Setelahnya sangat jarang mbikin. Sekarang saja mau membikin benar-benar nglegakke beli alatnya.
Jujur, rasanya tidak kalah dengan oreo atau biskuit roma kelapa. Apalagi bagi kamu-kamu yang mengikuti pola makan kembali ke alam dengan tidak makan makanan olahan baprik. Perlu dicoba.
Terbuat dari nasi aking. Nasi akingnya harus yang tidak basi saat dijemur dan benar-benar kering. Hal ini berpengaruh nanti saat digoreng. Sebelum digorek ditepeni terlebih dahulu, memilah dan membersihkan dari reget-reget dan res-resan. Tadi saya terhitung kurang beruntung, karena nasi aking yang ada di kandi dan belum dijual kurang baik. Sebab dijemur pada musim-musim macam ini yang tidak menentu, kadang panas, kadang hujan. Jadilah saya ambil intip, yang nampak bersih dan keringnya mendekati sempurna. Lalu saya remuk pakai cowek dan mutu dari batu itu.
Untuk menggorengnya harus menggunakan wajan dari tanah. Jika menggunakan wajan yang besi itu nanti gosong. Dan, misal digoreng menggunakan minyak goreng namanya bukan cengkaruk lagi, tapi krecek remuan. Susuknya harus menggunakan impon. Pengertian impon silahkan buka postingan saya beberapa hari yang lalu.
Dulu, saat kak Soumi dan kak Nancy belum seterkenal sekarang, mbah-mbah kita biasa menjadikan cengkaruk sebagai salah satu cemilan. Cara menyajikannya dengan diurap parutan kelapa dan garam, lalu dimasukkan pada wedang kopi. Tinggal disendok puluk demi puluk. Seingatku, saya menangi sedikit saja saat kelas-kelas awal sekolah dasar. Setelahnya sangat jarang mbikin. Sekarang saja mau membikin benar-benar nglegakke beli alatnya.
Jujur, rasanya tidak kalah dengan oreo atau biskuit roma kelapa. Apalagi bagi kamu-kamu yang mengikuti pola makan kembali ke alam dengan tidak makan makanan olahan baprik. Perlu dicoba.
Komentar
Posting Komentar