Di dalam fiqh thoharoh air adalah suatu hal paling utama yang digunakan untuk bersuci, baik menghilangkan najis atau menghilangkan hadats. Hal ini berkenaan karena sifat air yang suci dan dapat mensucikan. Batu dan debu hanya digunakan sebagai alternatif saat air tidak ada. Batu hanya sebagai pengganti air yang digunakan untuk menghilangkan najis saat istinja', sedangkan debu digunakan sebagai pengganti air saat menghilangkan hadats untuk melaksanakan sholat.
Air yang bisa digunakan untuk bersuci adalah air mutlak. Air mutlak adalah air yang tidak memiliki ikatan suatu nama. Misalnya air sumur ketika dipindah ke gentong akan disebut air gentong, saat dipindah ke ceret akan disebut air ceret. Berbeda dengan air teh jika dipindah ke wadah lain akan tetap dikatakan air teh. Air teh saat dipindah ke gelas akan tetap disebut air teh, saat dipindah ke botol tetap disebut dengan air teh. Air teh adalah air yang memiliki ikatan nama yang mana saat dipindah ke berbagai tempat tetap disebut air teh maka ia bukan air mutlak. Sedang air sumur adalah air yang tidak memiliki ikatan nama, saat dipindah ke wadah tertentu akan disebut sesuai wadah tempatnya, maka air sumur adalah air mutlak.
Air mutlak atau air yang bisa digunakan untuk bersuci di dalam Fath Qorib dijelaskan jumlahnya ada tujuh:
Sekarang air dilihat dari boleh-tidaknya untuk bersuci ada empat macam, masih mengutip dari Fatq Qorib:
Tambahan
Di dalam kitab-kitab fiqh biasanya juga disertakan pembahasan air sedikit dan air banyak. Mengingat jaman dulu belum ada kran atau kran masih jarang sehingga kebanyakan air ditampung dalam suatu wadah. Seperti penulis saat kecil pun masih jarang masjid-masjid atau mushollah menggunakan kran, kebanyakan menggunakan kulah atau tempat penampungan air. Sehingga hal ini dibahas agar dapat dibedakan ukuran seperti apa yang boleh dan tidak boleh untuk penampungan air yang digunakan untuk bersuci.
Air sedikit biasanya disebut dengan air yang kurang dari dua kulah sedang air banyak adalah air yang lebih dari dua kulah. Untuk ukuran dua kulah biasanya yang digunakan satuannya adalah ritl Baghdad. Mengingat satuan pasti baru belum disepakati jadi untuk pengukuran masih berbeda-beda. Mengutip dari penjelas kitab Safinatunnaja berbahasa Indonesia ukuran kulah dalam liter adalah 216 liter.
Wallahu a'lam
Air yang bisa digunakan untuk bersuci adalah air mutlak. Air mutlak adalah air yang tidak memiliki ikatan suatu nama. Misalnya air sumur ketika dipindah ke gentong akan disebut air gentong, saat dipindah ke ceret akan disebut air ceret. Berbeda dengan air teh jika dipindah ke wadah lain akan tetap dikatakan air teh. Air teh saat dipindah ke gelas akan tetap disebut air teh, saat dipindah ke botol tetap disebut dengan air teh. Air teh adalah air yang memiliki ikatan nama yang mana saat dipindah ke berbagai tempat tetap disebut air teh maka ia bukan air mutlak. Sedang air sumur adalah air yang tidak memiliki ikatan nama, saat dipindah ke wadah tertentu akan disebut sesuai wadah tempatnya, maka air sumur adalah air mutlak.
Air mutlak atau air yang bisa digunakan untuk bersuci di dalam Fath Qorib dijelaskan jumlahnya ada tujuh:
- Air langit, maksudnya air yang turun dari langit. Disebut dengan hujan.
- Air sumur
- Air sungai
- Air sumberan
- Air laut
- Air salju
- Air dingin
Sekarang air dilihat dari boleh-tidaknya untuk bersuci ada empat macam, masih mengutip dari Fatq Qorib:
- Air yang suci di dalam dzatnya dan mensucikan perkara lain. Air yang pertama ini disebut dengan air mutlak atau air yang bisa digunakan untuk bersuci.
- Air yang suci di dalam dzatnya dan makruh digunakan bersuci untuk badan tapi tidak makruh digunakan untuk mencuci pakaian. Air yang kedua ini disebut dengan air musyammas, yaitu air yang dipanaskan dengan sinar matahari. Penulis membayangkan pada masa itu, tempat air biasa di dalam wadah yang tidak memiliki atap dan iklim yang sangat panas di Timur Tengah. Maka air tersebut langsung terkena sinar matahari yang saat siang akan menjadi panas. Saat masih panas tersebut air musyammas digunakan untuk bersuci. Namun hukum makruhnya hilang ketika air tersebut hilang panasnya. Hukum makruh di sini juga berlaku untuk air yang terlalu panas dan terlalu dingin.
- Air yang suci di dalam dzatnya tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci, yaitu air musta'mal. Air musta'mal air yang sudah digunakan untuk bersuci.
- Air mutanajis, yaitu air kurang dari dua kulah yang terkena najis, baik itu merubah salah satu sifatnya dari rasa, bau, dan warna atau tidak merubah salah satu sifatnya tetap najis.
Tambahan
Di dalam kitab-kitab fiqh biasanya juga disertakan pembahasan air sedikit dan air banyak. Mengingat jaman dulu belum ada kran atau kran masih jarang sehingga kebanyakan air ditampung dalam suatu wadah. Seperti penulis saat kecil pun masih jarang masjid-masjid atau mushollah menggunakan kran, kebanyakan menggunakan kulah atau tempat penampungan air. Sehingga hal ini dibahas agar dapat dibedakan ukuran seperti apa yang boleh dan tidak boleh untuk penampungan air yang digunakan untuk bersuci.
Air sedikit biasanya disebut dengan air yang kurang dari dua kulah sedang air banyak adalah air yang lebih dari dua kulah. Untuk ukuran dua kulah biasanya yang digunakan satuannya adalah ritl Baghdad. Mengingat satuan pasti baru belum disepakati jadi untuk pengukuran masih berbeda-beda. Mengutip dari penjelas kitab Safinatunnaja berbahasa Indonesia ukuran kulah dalam liter adalah 216 liter.
Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar