Langsung ke konten utama

Pembagian Air

Di dalam fiqh thoharoh air adalah suatu hal paling utama yang digunakan untuk bersuci, baik menghilangkan najis atau menghilangkan hadats. Hal ini berkenaan karena sifat air yang suci dan dapat mensucikan. Batu dan debu hanya digunakan sebagai alternatif saat air tidak ada. Batu hanya sebagai pengganti air yang digunakan untuk menghilangkan najis saat istinja', sedangkan debu digunakan sebagai pengganti air saat menghilangkan hadats untuk melaksanakan sholat.

Air yang bisa digunakan untuk bersuci adalah air mutlak. Air mutlak adalah air yang tidak memiliki ikatan suatu nama. Misalnya air sumur ketika dipindah ke gentong akan disebut air gentong, saat dipindah ke ceret akan disebut air ceret. Berbeda dengan air teh jika dipindah ke wadah lain akan tetap dikatakan air teh. Air teh saat dipindah ke gelas akan tetap disebut air teh, saat dipindah ke botol tetap disebut dengan air teh. Air teh adalah air yang memiliki ikatan nama yang mana saat dipindah ke berbagai tempat tetap disebut air teh maka ia bukan air mutlak. Sedang air sumur adalah air yang tidak memiliki ikatan nama, saat dipindah ke wadah tertentu akan disebut sesuai wadah tempatnya, maka air sumur adalah air mutlak.

Air mutlak atau air yang bisa digunakan untuk bersuci di dalam Fath Qorib dijelaskan jumlahnya ada tujuh:
  1. Air langit, maksudnya air yang turun dari langit. Disebut dengan hujan.
  2. Air sumur
  3. Air sungai
  4. Air sumberan
  5. Air laut
  6. Air salju
  7. Air dingin
Itulah macam-macam air yang bisa digunakan untuk bersuci. Ketujuh macam air tersebut ditinjau dari asalnya ada yang turun dari langit dan nyumber dari tanah, orang Jawa menyebut dengan ngetok. 

Sekarang air dilihat dari boleh-tidaknya untuk bersuci ada empat macam, masih mengutip dari Fatq Qorib:
  1. Air yang suci di dalam dzatnya dan mensucikan perkara lain. Air yang pertama ini disebut dengan air mutlak atau air yang bisa digunakan untuk bersuci.
  2. Air yang suci di dalam dzatnya dan makruh digunakan bersuci untuk badan tapi tidak makruh digunakan untuk mencuci pakaian. Air yang kedua ini disebut dengan air musyammas, yaitu air yang dipanaskan dengan sinar matahari. Penulis membayangkan pada masa itu, tempat air biasa di dalam wadah yang tidak memiliki atap dan iklim yang sangat panas  di Timur Tengah. Maka air tersebut langsung terkena sinar matahari yang saat siang akan menjadi panas. Saat masih panas tersebut air musyammas digunakan untuk bersuci. Namun hukum makruhnya hilang ketika air tersebut hilang panasnya. Hukum makruh di sini juga berlaku untuk air yang terlalu panas dan terlalu dingin.
  3. Air yang suci di dalam dzatnya tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci, yaitu air musta'mal. Air musta'mal air yang sudah digunakan untuk bersuci.
  4. Air mutanajis, yaitu air kurang dari dua kulah yang terkena najis, baik itu merubah salah satu sifatnya dari rasa, bau, dan warna atau tidak merubah salah satu sifatnya tetap najis.
Itulah pembahasan air beserta hal-hal yang terkait dengannya.

Tambahan

Di dalam kitab-kitab fiqh biasanya juga disertakan pembahasan air sedikit dan air banyak. Mengingat jaman dulu belum ada kran atau kran masih jarang sehingga kebanyakan air ditampung dalam suatu wadah. Seperti penulis saat kecil pun masih jarang masjid-masjid atau mushollah menggunakan kran, kebanyakan menggunakan kulah atau tempat penampungan air. Sehingga hal ini dibahas agar dapat dibedakan ukuran seperti apa yang boleh dan tidak boleh untuk penampungan air yang digunakan untuk bersuci.

Air sedikit biasanya disebut dengan air yang kurang dari dua kulah sedang air banyak adalah air yang lebih dari dua kulah. Untuk ukuran  dua kulah biasanya yang digunakan satuannya adalah ritl  Baghdad. Mengingat satuan pasti baru belum disepakati jadi untuk pengukuran masih berbeda-beda. Mengutip dari penjelas kitab Safinatunnaja berbahasa Indonesia ukuran kulah dalam liter adalah 216 liter.

Wallahu a'lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kitab Fasholatan; Kita dan Pelajaran Praktik Sholat

Judul: Fasholatan Pengarang: KHR. Asnawi Penysun: Minan Zuhri Arif Penulis: Rodhi Arif Penerbit: Menara Kudus Tebal Kitab:100 Halaman Cetakan Pertama: 1375 Sumber: dokumen pribadi Aku memiliki kenangan akan pelajaran praktek sholat malam selasa semasa kecil. Kukira termasuk kau juga memiliki kenangan yang sama akannya. Namun, di sini yang ingin aku ceritakan adalah segurat kisahku saja. Ya. Kenanganku. Kenanganku akannya. Kisah tentang pelajaran praktek sholat malam selasa. Waktu itu, kami menyebutnya dengan ngaji sembahyang yang dilaksanakan setiap malam selasa. Malam-malam lain untuk belajar membaca Al-Qur'an. Untuk malam jum'at libur dan biasanya diisi pembacaan kitab Maulid Berjanji di masjid dan musholla-musholla. Di dalam belajar sholat aku masih ingat betul, bacaan-bacaan yang ada di dalam sholat aku peroleh dari sebuah kitab kecil bersampul hijau tentang tuntunan sholat dan bacaan-bacaan di dalam sholat beserta artinya dengan judul Fasholatan . ...

#3 Washoya al-Aba' li al-Abna' karya KH. Bisri Musthofa

 Sumber; Pribadi Judul: Washoya al-Aba' li al-Abna' Pengarang: KH. Bisri Musthofa Penerbit: Menara Kudus Cetakan:- Tebal: 46 Halaman Dalam dunia pesantren pengajaran akhlaq sangat ditekankan karena akhlaq sebagai pondasi pelajar dalam bersikap dan berperilaku selama ia menuntut ilmu. Bahkan ada sebuah ungkapan bahwa akhlaq lebih utama dari ilmu, namun bukan berarti meniadakan ilmu itu sendiri. Karena yang paling utama adalah antara akhlaq dan ilmu harus berdampingan. Akhlaq biasanya mulai diajarkan di kelas-kelas paling dasar, karena akhlaq kelak sebagai bekal dalam menuntut ilmu bagi seorang pelajar. Akhlaq , adab, tata krama, budi pekerti, etika, atau penyebutan yang lainnya adalah suatu cabang dari filsafat yang membahas tentang perilaku manusia secara individu dilihat dari baik-buruknya. Jika perilaku manusia secara masal atau banyak disebut dengan politik. Dalam khasanah pesantren sangat banyak kitab-kitab yang membahas tentang akhlaq, mulai dari kitab...

#4 Badiu al-Hikayah-Kyai Zubaidi Hasbullah

Sumber; Pribadi Judul: Badi al-Hikayaah Pengarang: Zubaidi Hasbullah Penerbit: al-Munawwar Semarang Tebal: 98 Halaman Cetakan: 1967M/1387H Cerita adalah salah satu metode pembelajaran di dalam dunia pendidikan. Secara nalurian dan alam bawah sadar manusia senang mendengar cerita, apalagi bagi mereka anak-anak. Anak yang di dalam keluarganya dibesarkan dengan buaian cerita menjelang tidurnya atau sering diceritakan kisah-kisah oleh anggota keluarganya akan sangat membekas baginya di kemudian kelak. Hampir setiap peradaban memiliki tradisi bercerita, baik lisan maupun tulisan. Hal ini karena cerita merupakan refleksi dari kejadian-kejadian nyata yang dapat diambil pelajaran dan hikmah darinya. Pun demikian di dalam dunia Islam. Dunia Islam sangat erat dengan cerita-cerita. Hal ini dapat dilihat di dalam al-Qur’an sendiri sebagai sumber rujukan pertama agama islam yang banyak sekali memuat cerita-cerita. Di antara cerita yang dimaksud adalah cerita-cerita nabi terdahu...